Sumber gambar :https://www.bing.coma
Jauh dari hiruk-pikuk kota metropolitan, terdapat sebuah desa kecil yang tersembunyi di balik hutan lebat. Desa itu dikenal dengan nama Pilar, di sinilah kisah seorang pemuda bernama Albi bermula. Albi adalah remaja yang tinggal bersama dengan kedua orang tuanya, ia adalah satu-satunya anak yang diharapkan oleh orang tuanya untuk pergi ke negeri seberang mencari ilmu agama yang suatu saat akan diperlukan oleh masyarakat yang ada di desa Pilar tersebut. Ayahnya merupakan seorang tokoh agama yang setiap harinya membimbing masyarakatnya seperti tahlil, imam sholat, mengurus masjid, serta ceramah. Sedangkan ibunya bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Mereka hidup sederhana, Albi sangat prihatin dengan kondisi di lingkungan masyarakatnya yang sangat membutuhkan sosok pemimpin selanjutnya seperti ayahnya, karena di sana tidak ada lagi generasi pemuda yang meneruskan kepemimpinan dalam hal keagamaan. Itulah sebabnya mengapa orang tuanya menyuruh Albi untuk segera pergi dari kampung halamannya dan kembali pulang apabila Albi sudah mampu untuk membimbing dan menggantikan posisi ayahnya yang semakin menua.
Di lain sisi, Albi merasa cemas dan bingung bahwa dirinya esok akan menggantikan posisi ayahnya. Ia merasa akan menanggung semua dosa apabila ia melakukan kesalahan selama memimpin di masyarakat. Selain itu, dia takut jika di tempat itu ia tidak bisa hidup mandiri, makan dan cuci pakaian saja di rumah ia serahkan kepada ibunya. Hal terpenting yang selalu menghantuinya yaitu dia takut apabila pulang dari negeri seberang belum bisa memenuhi apa yang di harapkan orang tua padanya.
Hampir setiap hari dia memikirkan hal itu dan terus-menerus yang menghantam pikirannya. Hingga di suatu hari ia mencoba mencari alasan dan membujuk ibunya agar dia tidak jadi ke negeri seberang kalau ia membujuk pasti ayah akan marah padanya. Albi pun bergegas ke ruangan dapur menemui ibunya yang sedang sibuk dengan cucian baju.
“Bu, kalau Albi sekolah di daerah sini enak ya, Bu. Dekat dengan rumah, desanya masih banyak pepohonan dan indah, tidak seperti di negeri seberang, tempatnya jauh dan Albi juga nggak pada kenal orang-orang di sana,” ujar Albi sambil menengok pepohonan yang rindang.
Ibunya yang sedang mengucek baju, mendengar ucapan Albi tersebut langsung tersenyum dan berkata “Tidak apa, Nak. Pergi ke tempat yang jauh, kalau di sini sekolahnya kekurangan guru agama, tak ada yang bisa mengajar, yang ada hanya guru-guru TK dan SD,” tatapan Albi yang tadinya mengarah ke pohon langsung menatap ke arah Ibunya dan keningnya berubah mengerut.
“Terus di sana kan pasti banyak murid yang juga belum saling kenal, karna di sana tinggalnya dalam satu kompleks dan orang-orangnya semua juga sama nasibnya dengan Albi, pendatang jauh,” lanjut Ibu.
Tetapi Albi tidak langsung menerima jawaban Ibunya, dia berusaha untuk membujuknya lagi “Kalau di sana nanti makannya gimana, Bu? Cuciannya? Ngga ada yang beresin selain Ibu, hmmm,” Ibunya yang mendengar ucapan Albi seketika menanyakan kembali dengan nada yang agak tinggi, “Kalau ibu dan ayah tidak ada, siapa yang memasak makanan dan mencuci pakaianmu?” Albi pun terdiam sejenak dan menundukkan kepalanya, mengalir air matanya dikit demi sedikit, tak sanggup dia mendengarkan apa yang barusan diucapkan ibunya.
Lalu Ibunya bergegas membersihkan tangan dari sabun cuciannya dan bergegas mengelap air mata Albi, “Nak, kamu sudah besar, belajar mandiri ya di sana, kamu lakukan itu dengan temanmu kok, bareng-bareng. Jadi, jangan khawatir ya. Ibu bangga kalau kamu sudah berhasil menjadi jadi anak mandiri, ibu hanya mengirimkan kamu uang buat jajan dan keperluanmu di sana nanti,”
Mendengar perkataan ibunya, Albi langsung membisikan satu pertanyaan dengan lirih di telinga ibunya, “kalo Albi tidak berhasil jadi anak mandiri dan belum berhasil dengan harapan ibu dan ayah, apakah kalian akan marah kepadaku,”
Ibunya kembali menjawab pertanyaan sambil menatap mata dan memegang bahu Albi, “Pasti berhasil kok, Ibu dan Ayahmu akan selalu mendoakanmu sampai kamu pulang,”
Dengan senang hati, akhirnya mereka berdua saling berpelukan, Albi pun merasa nyaman, tenang, dan tidak takut lagi akan pulang ke rumah.
Penulis : Ade Chandra
Editor : Atik Erma