Sanitasi dan Potensi Ekonomi di Salatiga: Tantangan dan Harapan Membangun Infrastruktur Pengolahan Limbah

  • By locus
  • Oktober 19, 2024
  • 0
  • 104 Views

Pemerintah Kota (Pemkot) Salatiga sedang gencar mengembangkan infrastruktur sanitasi untuk mendukung kesejahteraan lingkungan dan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Salah satu langkah signifikan adalah pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPALD) di Noborejo, Kecamatan Argomulyo. IPALD ini diharapkan mampu berkontribusi sebesar 500 juta rupiah terhadap PAD Kota Salatiga. Pembangunan ini menjadi bagian dari visi besar menuju sanitasi yang aman dan layak bagi masyarakat Salatiga, serta mengatasi tantangan sanitasi yang selama ini dihadapi.

Menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Salatiga, Syahdhani Onang Prastowo, IPAL yang ada di Salatiga sudah berkontribusi terhadap PAD dalam tiga tahun terakhir, dengan target tahun ini sebesar 165 juta rupiah. “Kami sedang membangun IPAL baru yang diharapkan dapat meningkatkan kontribusi PAD hingga 500 juta rupiah per tahun,” ujarnya saat ditemui di TPA Ngronggo, Selasa (8/10/2024). Pembangunan IPAL di Noborejo dirancang dengan kapasitas 400 kubik per hari dan menelan anggaran sebesar 20 miliar rupiah, jauh lebih besar dibandingkan kapasitas IPAL di TPA Ngronggo yang hanya mampu mengolah 40 kubik per hari.

Meski pembangunan IPAL baru ini memberikan harapan besar, Dhani mengakui bahwa salah satu kendala utama yang dihadapi adalah kurangnya partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas IPAL. “Minat masyarakat untuk melakukan penyedotan limbah domestik masih rendah. Saat ini, mayoritas pengguna justru berasal dari vendor-vendor swasta di sekitar Salatiga,” katanya. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya penyedotan limbah secara rutin perlu terus dilakukan untuk mencegah pencemaran lingkungan.

Lebih lanjut, Dhani menjelaskan bahwa perilaku masyarakat terkait pengelolaan sanitasi masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah. Berdasarkan data, hanya 1.200 dari seluruh penduduk Salatiga yang sudah mengikuti program Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (L2T2). Padahal, dengan luas wilayah hanya 54 kilometer persegi dan populasi kurang dari 200.000 jiwa, partisipasi lebih luas sangat diperlukan. Dalam berbagai pertemuan dengan organisasi masyarakat seperti PKK dan LPM, PUPR bekerja sama dengan Dinas Kesehatan untuk mengedukasi masyarakat terkait pentingnya sanitasi yang aman. Namun, hasilnya belum maksimal.

Agus Widodo, selaku Kepala UPTD IPALD Kota Salatiga, menambahkan bahwa sanitasi di Salatiga juga menghadapi tantangan besar karena target nasional tahun 2029 mengharuskan 64% rumah tangga di Salatiga memiliki sanitasi aman. “Dengan 30.000 rumah yang harus disedot setiap lima tahun, kami perlu mempersiapkan pengolahan lumpur tinja sekitar 64.000 kubik,” jelasnya.

Biaya penyedotan limbah domestik diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024. Untuk rumah tangga, biaya penyedotan adalah Rp60.000 per kubik, biaya angkut Rp5.500 per kilometer, dan biaya pengelolaan Rp35.000 per kubik. Sementara untuk non-rumah tangga, biaya penyedotan lebih rendah, yaitu Rp35.000 per kubik, namun biaya angkutnya lebih tinggi, Rp10.000 per kilometer. Agus menekankan bahwa setiap rumah tangga sebaiknya melakukan penyedotan septic tank setiap tiga tahun untuk mencegah pencemaran lingkungan, terutama di wilayah padat penduduk.

Selain aspek lingkungan, sanitasi juga memiliki potensi ekonomi yang besar bagi Kota Salatiga. “Kami melihat bisnis pengelolaan tinja ini cukup menggiurkan. Dengan investasi awal 2 miliar rupiah untuk IPAL, kami berharap dapat menghasilkan pendapatan hingga 500 juta rupiah per tahun,” ujar Dhani.

Tidak hanya fokus pada pembangunan fisik, Pemerintah Kota Salatiga juga melibatkan United States Agency for International Development (USAID) melalui program IUWASH Plus untuk meningkatkan tata kelola sanitasi. USAID, yang telah mendampingi Salatiga selama 10 tahun terakhir, memuji pengelolaan IPAL di Salatiga sebagai contoh yang dapat diadopsi oleh daerah lain.

Keberhasilan pembangunan IPAL dan peningkatan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sanitasi menjadi kunci penting bagi keseimbangan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Sanitasi yang buruk dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti diare, tifus, dan disentri, yang pada akhirnya juga berdampak pada stunting pada anak-anak. Oleh karena itu, upaya Pemerintah Kota Salatiga dalam memperbaiki sanitasi harus didukung oleh seluruh lapisan masyarakat.

Dengan rencana investasi lebih lanjut di bidang pengelolaan limbah, termasuk perluasan lahan IPAL di Kelurahan Noborejo, Salatiga optimis dapat mencapai target sanitasi aman di tahun 2045. Namun, tantangan perilaku dan kesadaran masyarakat tetap menjadi hambatan terbesar yang harus diatasi demi menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Reporter: Kurniawan, Chandra

Editor: Izza

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.