Sutradara | Tom McCarthy |
---|---|
Produser | Blye Pagon Faust Steve Golin Nicole Rocklin Michael Sugar |
Skenario | Tom McCarthy Josh Singer |
Pemeran | Mark Ruffalo Michael Keaton Rachel McAdams Liev Schreiber John Slattery Brian d’Arcy James Stanley Tucci |
“Liputan investigasi merupakan kemuliaan seorang wartawan” – Marah Sakti Siregar (Jurnalis Tempo)
Agaknya perkataan Pak Marah sewaktu Safari Jurnalistik beberapa waktu lalu memang benar adanya. Berkat kegigihan tim investigasi The Boston Globe, Spotlight, dalam mengupas kasus ini, maka kasus-kasus serupa di wilayah lain pun muncul ke permukaan.
Marty Baron, editor baru Boston Globe mempunyai gagasan besar untuk mengarahkan Spotlight menelusuri kasus Geoghan yang dirasa disembunyikan oleh Keuskupan Boston. Sebelum memulai pencarian, 4 anggota Spotlight berdiskusi soal kasus yang akan mereka tangani, sudah sejauh mana medianya membahas soal kasus tersebut dan merencanakan daftar narasumber penting.
Matt melakukan riset awal dengan mencari arsip berita mengenai Geoghan dan orang-orang yang terlibat. Lalu ada Mike Rezendes bertugas menemui Garabedian serta Sacha dibantu Robby bertemu Macleish. Pada tahap awal ini wawancara masih bersifat informatif yakni menggali data-data elementer.
Dari data-data elementer dan riset arsip berita didapatkan hal-hal lain seperti korban pelecehan bernama Phil Saviano dan pastur-pastur (tersangka) lain. Banyak bahan baru berkat kesaksian Phil walaupun sebenarnya tim Spotlight masih meragukan motivasi Phil yang mereka duga punya agenda sendiri.
Saya sangat menyukai cara Rezendes melobi Garabedian yang sedari awal tidak tertarik diwawancarai. Integritas Rezendes juga tercermin dalam melakukan wawancara dorstoping serta gaya wawancara diskusi kepada Garabedian yang terkesan santai, membahas hal-hal lain pula, agar lebih dekat dengan narasumber sehingga mudah mendapatkan pernyataannya. Selain itu ia juga cekatan dalam melihat perkembangan dokumen rahasia.
Beberapa korban diwawancarai dengan perjanjian. Seperti Sacha yang mewawancarai seorang gay dan Rezendes yang mewawancarai klien Garabedian. Memakai konsep serupa yakni wawancara emosional, mereka berusaha menggali lebih dalam kronologi kejadian pelecehan korban dimasa lalu dengan penuh empati dan tetap tegas.
Wawancara lewat telepon beberapa kali dilakukan dengan sigap dan cekatan. Ada pula narasumber yang menelfon wartawan terlebih dahulu seperti Richard si psikoterapis yang memberi clue bahwa pastur yang melecehkan anak-anak berada dikisaran angka 90.
Berkat clue tersebut mereka memahami pola yang sama terhadap alasan perpindahan paroki, sehingga kembali melakukan cek dan ricek dengan menggunakan daftar pastur yang diterbitkan Keuskupan Boston. Berhari-hari, dimanapun, kapanpun mereka terus menyisir nama pastur dan catatan perpindahan hingga didapatkan jumlah sebanyak 87 pastur.
Wawancara dorstoping pun dilakukan oleh Robby dan Sacha kepada Macleish yang sulit ditemui dan menolak bertemu mereka untuk diwawancarai. Penolakan Macleish dibalas dengan kesiapan Robby beradu argumentasi (cenderung mengecar Macleish) sampai sang pengacara ganteng itu pun menyerah dan buka suara.
Sacha dan Matt mengunjungi rumah korban dan bahkan pelaku satu persatu untuk melakukan wawancara. Ini terbilang cukup berani mengingat mereka menyebutkan identitas dan tidak melakukan penyamaran dalam bentuk apapun.
Spotlight disiplin dalam menaati kode etik jurnalistik karena mereka benar-benar menghargai privasi narasumber seperti keinginan off the record. Padahal dalam film lain biasanya saya melihat wartawan tetap melakukan perekaman secara sembunyi-sembunyi guna berjaga-jaga.
Cover both side (keberimbangan berita) juga diterapkan disini. Komentar Jim Sullivan yang menjadi pengacara Keuskupan seringkali diberikan wawancara “keras” oleh Robby. Ia mencari opini dan komentar dari Jim soal kasus tersebut. Dengan segala data dan informasi rahasia yang Robby punya, Jim yang selalu no comment akhirnya turut buka suara.
Begitulah kiranya dapur dari sebuah tim liputan investigasi. Bekerja sama, saling bahu-membahu menguak informasi yang disembunyikan kepada publik. Meski tak jarang pro kontra dalam tim, namun sikap saling menghargai keputusan harus dibangun. Sosok editor, Baron, berperan penting dalam upaya mengarahkan tim soal kejanggalan Kardinal Law, menggugat gereja dan mengejar sistemnya serta scene terakhir ia bersikap bijaksana melerai kesalahpahaman antara Ben dan Robby. (RA.Sinaga)