Kembalinya Militerisme era Orde Baru, RUU TNI sebagai Dwifungsi ABRI New Package?

  • By locus
  • Maret 18, 2025
  • 0
  • 143 Views


made by: https://gemini.google.com/app/06c49b98608173fb

 

“gua nggak peduli sama RUU TNI, gua nggak peduli sama negara, nggak penting buat dipikirin, nggak ngaruh juga buat hidup gua, yang penting bisa tetep kerja, bisa makan, bisa seneng-seneng,” that’s the point, pemikiran itulah yang diinginkan oleh penguasa negara yang sedang memanipulasi logikamu!

Perasaan dejavu muncul di tengah masyarakat utamanya generasi 90-an, ketika mendengar isi dari Rancangan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). RUU TNI ini terasa tidak asing dan mengingatkan kita pada trauma masa lalu terhadap militerisme keji di era Orde Baru. Pada masa itu terdapat dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) yang merobohkan dinding pembatas antara ranah militer dan ranah sipil. Sehingga ABRI bisa dengan bebas menggerogoti nilai-nilai pemerintahan negara.

Pada era itu ABRI yang notabenenya bergerak di bidang keamanan dan pertahanan, memiliki dua fungsi sekaligus yaitu fungsi sebagai kekuatan militer dan fungsi sebagai pemegang kekuasaan serta pemerintahan. Sehingga pada zaman Orde Baru terdapat banyak prajurit aktif yang juga menduduki kursi pemerintahan. Akibatnya banyak permasalahan muncul, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, krisis moneter, dan lain sebagainya. Hal ini membuat yang kaya semakin kaya, yang berkuasa semakin berkuasa, dan yang miskin semakin miskin.

Orde Baru menjadi pembelajaran dan pengalaman bagi bangsa Indonesia, supaya tidak mengulang kesalahan yang sama. Tapi entah mengapa, alih-alih trauma dan rasa takut terulang kembali, pemerintah malah berupaya menegakkan sebuah RUU yang sebelas-dua belas dengan dwifungsi ABRI, yakni RUU TNI yang telah disebutkan di atas. Puncak penderitaan Orde Baru benar-benar hanya menembus rakyat miskin dan masyarakat kecil, sementara lapisan masyarakat sebaliknya justru mendambakan momen “yang kaya semakin kaya.” Bagaimana bisa lubang luka bagi masyarakat menjadi ajang euphoria bagi penguasa? Sebenarnya urgensi RUU TNI terletak pada bagian yang mana?

RUU TNI hingga saat ini masih menjadi topik hangat dan ramai diperbincangkan oleh khalayak publik dan pengguna media sosial. Banyak warga mengkritisi tentang isi dari RUU itu sendiri, tak sedikit pula yang menekankan pada sistematika dan proses pembahasan revisi undang-undang terkait TNI. Pembahasan RUU TNI yang berlangsung pada Jumat (14/3/2025) hingga Sabtu (15/3/2025), dilakukan dengan terburu-buru oleh pemerintah bersama DPR seakan-akan memiliki urgensi bagi bangsa dan masyarakat. Tindakan ngebut dari pemerintah ini menimbulkan kemarahan dan kritik di berbagai media, hingga muncul banyak pertanyaan dan keresahan dari masyarakat yang hingga kini belum ada jawaban jelasnya.

Terlepas dari konteks RUU TNI yang tidak jelas dampaknya bagi rakyat, kejanggalan lain muncul dari forum yang mengatasnamakan omon-omon kepentingan rakyat tersebut, yakni terkait pemilihan tempat dan waktu. Rapat pembahasan RUU TNI diselenggarakan di Hotel Fairmont, Jakarta, dengan dalih pembahasan akan berlangsung lama sehingga mereka membutuhkan tempat istirahat. Padahal belum lama ini, RI-1 menggaungkan efisiensi anggaran ke hal-hal yang menurutnya lebih penting. Kok bisa para pejabat itu memenuhi kebutuhan tersiernya setelah memotong anggaran di beberapa sektor negara? Jadi sampai sini bisa ditarik benang merah, bahwa pendidikan dan kesehatan bisa dikalahkan oleh efisiensi, sementara tempat istirahat diktator tidak terpengaruh efisiensi. Hahaha.

Kemudian menyoroti perihal pemilihan waktu, RUU TNI dibahas pada hari Jumat dan Sabtu yang notabenenya merupakan akhir pekan. Jika dilogika dengan seksama, pemerintah dan DPRD begitu mendedikasikan jiwa, raga, dan pikirannya untuk RUU TNI hingga mereka rela pergi rapat dan membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) di tanggal merah. Dengan harapan revisi tersebut bisa mendorong TNI menjadi militer yang efektif dan adaptif. Katanya.

Dengan adanya pembahasan terkait RUU TNI yang dilakukan secara tertutup dan tergesa-gesa oleh pemerintah, serta membawa kejanggalan yang tidak masuk di akal, sudah seharusnya kita sebagai warga negara meng-highlight permasalahan tersebut. Jangan sampai militerisme keji yang sudah berhasil dihapuskan kembali lagi ke permukaan. Tugas TNI itu menjaga keamanan dan pertahanan bangsa, melawan distraksi luar yang mengancam negara ini, kalau punya jabatan di ranah sipil memang mau apa? Mau melawan sipil yang kampungan dan kurang kerjaan?

 

 

Oleh: Salsabil Muti Alifah Yusuf

Editor : Chandra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.