Di sebuah dusun yang jauh dari hingar bingar sebuah perkotaan, hidup sebuah keluarga yang beranggotakan ibu dan kedua mutiara hatinya, yaitu bu Tari, si sulung Keenan Arief serta si bungsu Aulia. Bu tari hanya hidup dengan kedua anaknya saja setelah suaminya meninggalkan mereka tanpa sebab yang jelas. Sempat mencari kabar tentang keberadaan suaminya tetapi ia tak kunjung menemukan suaminya. Tidak mudah memang untuk menjadi orang tua tunggal bagi kedua buah hatinya, menjadi ayah sekaligus ibu bagi anak-anaknya yang masih kecil.
Bu Tari adalah sosok wanita yang tanguh ia tidak ingin menyerah untuk kebaikan anaknya dimasa depan, apapun ia lakukan demi untuk bisa meneruskan pendidikan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi, supaya penderitaan yang ia alami saat ini tidak akan menimpa anak-anaknya dikemudian hari.
Bu Tari sendiri hanya seorang buruh yang bekerja serabutan, pekerjaan yang ia dapatkan tidak tetap. Bu Tari juga membuat olahan kue kering sebagai usaha sambilan yang nantinya akan dijual oleh Keenan di sekolah dan mengisi warung-warung dekat rumahnya. Tidak seberapa memang pengahasilan yang ia dapatkan tiap harinya, cukup untuk makan dan membeli bahan untuk membuat kue.
Bukan tanpa alasan memang kenapa Keenan lebih memilih untuk membantu ibunya dari pada menghabiskan waktu bermain dengan teman sebayanya. Ia sadar akan kehidupan yang ia jalani saat ini. Begitupun dengan Aulia seorang gadis kecil yang cantik nan manis, ia juga tidak segan untuk membantu kakaknya menjajankan kue keringnya.
Tiap pagi Keenan dan Aulia harus berangkat pagi-pagi buta hanya untuk mengantarkan kue-kue yang akan dititipkan dari warung satu ke warung lain. Keenan sendiri terbilang siswa yang aktif, dia bahkan sering sekali mengikuti perlombaan-perlombaan yang diadakan disekolahnya.
Bagi bu Tari dan keluarganya tidak ada alasan untuk marah jika sewaktu-waktu ia mendapatkan hinaan. Bu Tari selalu menasehati kedua anaknya agar anak-anaknya mempunyai jiwa dan hati yang kuat. Suatu malam saat ibunya bermunajat kepada Allah ia mendekat sembari menunggu ibunya selesai berdoa
“Nduk, tumben malam-malam belum tidur? Besok kan harus berangkat pagi.“ Begitu ucap sang ibu.
“Bu, sebenarnya apa alasan bapak meninggalkan kita begitu saja, apakah bapak sudah mempunyai keluarga lain?“
Keenan bertanya dengan nada lirih, kemudian ibu menunduk dan sebisa mungkin ia menjelaskan perlahan pada Keenan.
“Saat kalian masih balita bapakmu memang meninggalkan kita begitu saja tanpa ada alasan yang jelas, sempat ibu mencari kabar kesana kemari tentang keberadaan bapakmu, tapi apa yang didapat adalah nihil.“ Dengan nada yang sendu.
“Bu, apakah bapak tidak ingat dengan kita lagi? Bertahun tahun ia tak kembali, hanya sekedar untuk menengok anak-anaknya saja bahkan ia tak sempat, aku sangat merindukan bapak.“ Ucapnya dengan nada agak sedikit kesal.
Ternyata yang bu Tari takutkan benar terjadi, jika sewaktu-waktu kedua buah hatinya akan menanyakan keberadaan bapaknya.
“Nduk, seorang ayah tetaplah ayah bagi anak-anaknya, sekalipun ruang dan jarak yang telah memisahkan kita, percayalah bahwa bapakmu diluar sana juga begitu sangat merindukan dan menyayangi kalian.“ Sembari mengusap air mata yang mulai menetes di pipi Keenan. Ketegaran hati seorang ibu memang tidak di ragukan, walau terkadang ia sering merasakan sedih yang begitu mendalam.
Sampai pada akhirnya dengan pengorbanan dan kerja keras Keenan lulus dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri, ia berhasil meraih IPK yang hampir mendekati angka sempurna yaitu 3.95. Bukan hanya itu Keenan pun mendapatkan tawaran beasiswa S2 di Eropa. Dan ia juga langsung mendapatkan tawaran pekerjaan disalah satu perusahaan ternama di Jakarta.
Hal itulah yang membuat ibu dan adiknya sangat bangga padanya. Tak hentinya mereka mengucap syukur kepada Tuhan Sang Maha Pemilik Skenario Kehidupan, bahwa badai yang ia hadapi dimasa lalu cepat atau lambat akan segera berlalu. Keenan akhirnya menyuruh ibunya untuk tidak bekerja, ia akan bertangguh jawab sepenuhnya atas ibu dan adik perempuannya.
Terlebih usia ibunya yang tak muda lagi, ia hanya ingin memberikan yang terbaik kepada keluarganya, ia hanya ingin melihat ibunya menikmati kebahagian dimasa tuanya. Bukan lagi seperti dulu yang harus pontang panting mencari penghasilan demi mengharap sesuap nasi untuk kehidupannya. Roda kehidupan memang benar-benar berputar, hidup manusia memang tidak selamanya ada pada posisi bawah, selama ia mampu dan mau berusaha dengan keteguhan hati dan sungguh-sungguh. (Aisah)