Surakarta (08/09)—Aliansi Solidaritas Perlawanan Rakyat Surakarta (SODARA) memenuhi sepanjang Jalan Adi Sucipto. Kenaikan harga BBM yang dilayangkan Presiden Jokowi per tanggal 5 September pemicu terjadinya aksi bernarasi Indonesia Gawat Darurat.
Ilham salah satu pelaku aksi solidaritas dari fakultas hukum Universitas Sebelas Maret menjelaskan, “kalau dari UNS tadi kita kumpul di fakultas masing-masing lalu kita langsung ke UMS ke fakultas kedokteran gedung 4 menunggu yang lain juga ikut jalan, kita di situ jalan pelan-pelan langsung ke sini (gedung DPRD),” jelasnya.
Pukul 12.30 WIB sejumlah 1200 mahasiswa berkumpul di depan gedung DPRD kota Surakarta. Dimulai dengan penyampaian orasi hingga seruan sumpah mahasiswa dipimpin oleh koordinator lapangan, lalu dilanjutkan orasi dari setiap perwakilan organisasi mahasiswa yang turut ambil bagian. Beberapa tuntutan yang disampaikan diantaranya agar pemerintah mencabut kenaikan harga BBM, merevisi pasal-pasal karet KUHP, menunda proyek pembangunan nasional, hingga menstabilkan harga bahan pokok.
“Dua tahun kita bertahan hidup akibat pandemi ditambah PPKM dan hari ini Jokowi menaikkan harga BBM dan lucu sekali saat rakyat menyerukan tolak kenaikan BBM, tapi DPR RI sibuk merayakan ulang tahun Puan Maharani, betapa zalimnya sikap mereka di rumah yang dibangun dengan uang rakyat,” seru Firdaus saat menyampaikan orasinya.
Aliansi yang terkumpul di depan gedung DPRD Surakarta berangkat sekaligus terdiri dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Soloraya dan organisasi mahasiswa seperti Ikatan Mahasiswa Muslim Indonesia (IMM) se-Soloraya, Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Surakarta, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Surakarta, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Surakarta, dan Pergerakan mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Surakarta.
Ditanyai mengenai poin terpenting tuntutan yang dicetuskan mahasiswa yang turun aksi, Minto, mahasiswa Universitas Slamet Riyadi mengatakan bahwa pemerintah harus menormalkan kembali harga bahan bakar minyak. Mengingat ia seorang mahasiswa laju dimana setiap hari harus bolak-balik, belum lagi untuk keperluannya selama di kampus. “BBM, kita tahu harganya sekarang sudah 10.000 kan, Mba. Dan saya juga mahasiswa yang nglaju Jumapolo-Solo kan juga lumayan, bapak saya hanya seorang petani,” terangnya.
Surat Perjanjian DPRD kepada Rakyat
“Hari ini pemerintah melalaikan apa yang menjadi amanah atas amandemen undang-undang dasar Republik Indonesia, kita tuntut perwakilan rakyat untuk datang menghadapi kita, kita menuntut mereka untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang ditutup-tutupi di negara ini,” tegas Adit BEM UIN Surakarta saat menyampaikan orasinya. Atmosfer kian memuncak hingga pukul 13.47 WIB, massa mendesak memasuki gerbang DPR disertai tuntutan kepada perwakilan rakyat agar turun mendengar dan mengeksekusi segera apa yang masyarakat layangkan.
Suasana memanas hingga pukul 14.05 WIB, Budi Prasetyo Ketua DPRD Surakarta tiba, ia menyambut baik apa yang menjadi aspirasi melalui aksi unjuk rasa berkaitan dengan kondisi-kondisi yang berkembang di tanah air. “Sudah kita sepakati bersama kita tandatangani tuntutan hari ini lalu akan segera kami kirim ke DPR RI dan Presiden tentunya melalui surat pengantar dari DPRD,” jelasnya.
Ditanyai langkah kedepan setelah penandatanganan antara DPRD dan para perwakilan koordinasi lapangan seruan aksi. Achmad Sapari, mengaku akan mempertimbangan poin tuntutan ke-3 kaitannya dengan normalisasi harga bahan pokok. DPRD kota Surakarta akan mengusahakan dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian khususnya sekitar Solo. “Kita men-support apa yang saat ini diluncurkan pemerintah, program-program kaitannya dengan antisipasi inflasi ke depan bersama dengan pemerintah kota dalam rangka untuk memperkuat bantalan-bantalan sosial.” terang wakil II DPRD Surakarta.
Ironi Mahasiswa sebagai Tombak Orde Perubahan
Satu hal penting bagi siapapun saja, bahwa yang memiliki hak mengikuti aksi bukan hanya dari kalangan mahasiswa, namun mereka para rakyat dari seluruh elemen juga berhak menjadi satu bagian yang sama dalam satu barisan. Mirisnya saat rakyat yang tidak mengenakkan jas almamater ini hendak bergabung dengan para mahasiswa dihadang oleh oknum aparat.
Parahnya lagi, tidak ada tindakan dari mahasiswa yang terlihat berkenan menggandeng barisan para buruh, driver ojol, pengangguran progresif, dan anak-anak muda yang tidak mampu berkuliah. Padahal, barisan rakyat tak beralmamater ini datang membawakan makanan dan minuman yang dibagikan kepada siapa saja pun, termasuk kepada mahasiswa yang menginginkan.
Mengenai pemakaian jas almamater dari pihak mahasiswa memang bermaksud menghindari terjadinya penyusup agar tidak melatarbelakangi kejadian anarkis. Namun, tidakkah barisan para buruh juga berhak berkontribusi menyuarakan tuntutan mereka, karena justru rakyat kecil itulah yang merasakan betul kondisi yang saat ini terjadi di negara ini.
Mereka tentu peduli akan aktivitas perjuangan dan membela penuh niat baik demi kepentingan keadilan. Mereka juga rela tidak berangkat kerja satu hari untuk ikut aksi. Namun, apalah daya mereka yang dihalangi aksesnya. Bahkan, tidak ada rangkulan atau perhatian dari barisan ber-almamater yang justru sibuk berswafoto untuk kebutuhan konten sosial media. []
Reporter: Avi, Atik, Wawan, Devi
Penulis: Devi
Editor: Ahmad